1. Teori Belajar
Alasan mengapa seorang guru harus menguasai teori-teori belajar:
Teori belajar akan sangat membantu guru, supaya memiliki kedewasaan dan kewibawaan dalam hal mengajar, mempelajari muridnya, menggunakan prinsip-prinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Dengan demikian, tujuan mempelajari psikologi belajar adalah: (Mahfud, 1991: 10)
· Untuk membantu para guru, agar menjadi lebih bijaksana dalam usahanya membimbing murid dalam proses pertumbuhan belajar.
· Agar para guru memiliki dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik, sehingga murid bisa bertambah baik dalam cara belajamya.
· Agar para guru dapat menciptakan suatu sistem pendidikan yang efisien dan efektif dengan jalan mempelajari, menganalisis tingkah laku murid dalam proses pendidikan untuk kemudian mengarahkan proses-proses pendidikan yang berlangsung, guna meningkatkan ke arah yang lebih baik.
Seorang guru dikatakan kompeten bila ia memiliki khasanah cara penyampaian yang kaya, memiliki pula kriteria yang dapat dipergunakan untuk memilih cara-cara yang tepat di dalam menyajikan pengalaman belajar mengajar, sesuai dengan materi yang akan disampaiakan. Kesemuanya itu hanya akan diperoleh jika guru menguasai teori-teori belajar.
Macam-macam teori belajar:
a. Teori Belajar Menurut Thorndike (Teori Koneksionisme)
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
1) Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Masalah-masalah yang terjadi dalam hukum Law of Readiness:
a) Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain.
b) Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
c) Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
2) Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
b. Teori Belajar Menurut Skinner
B.F. Skinner dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
1) Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar diberi penguat.
2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3) Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4) Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
5) Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6) Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah.
7) Dalam pembelajaran digunakan shaping.
c. Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu
1) Fase Receiving the stimulus situation (apprehending), merupakan fase seseorang memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara.
2) Fase Stage of Acquition, pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya.
3) Fase storage /retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
4) Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori.
Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu (5) fase motivasi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar, (6) fase generalisasi adalah fase transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut. (7) Fase penampilan adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar, dan (8) fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).
d. Teori Belajar Menurut Bruner
Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak dalam mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif/ pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model tahap enaktif, model ikonik dan model tahap simbolik.
1) Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata.
2) Model Tahap Ikonik
Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif.
3) Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbul-simbul atau lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
e. Teori belajar Menurut Piaget
Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia, yaitu :
1) Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.
2) Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animisme, dan intuitif.
3) Tahap operasional konkrit (concrete operational stage), yang berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik atau konkrit.
4) Tahap operasional formal (formal operational stage), yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terkahir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.
Perlu diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke tahap berikutnya bila tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan utama seseorang berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang bersangkutan
.
f. Teori Belajar Menurut Ausubel
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar,1988 :142)
Menurut Ausubel, Novak,dan Hanesian ada dua jenis belajar:
1) Belajar bermakna (meaningful learning)
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur penertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru dengan konsep yang telah ada sebelumnya.
2) Belajar menghafal (rote learning)
Bila konsep yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini perlu bila seseoarang memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahiu sebelumnya.
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.
Langkah – langkah belajar bermakna Ausubel adalah :
1) Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal dapat digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama dengan konsep yang baru yang lebih tinggi maknanya.
2) Diferensiasi Progregsif
Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep- konsep. Caranya unsur yang inklusif diperkenalkan terlebih dahulu kemudian baru lebih mendetail.
2. Model-model Pembelajaran Inovatif
a. Model Pembelajaran Kontekstual
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas –asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Ketujuh asas tersebut antara lain:
1) Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognisi siswa berdasarkan pengalaman.Menurut konstruktivisme,pengalaman itu memang bersala dari luar,akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognisi siswa berdasarkan pengalaman.Menurut konstruktivisme,pengalaman itu memang bersala dari luar,akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.
2) Inkuiri
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri.Artinya,proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat,akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri.Artinya,proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat,akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
3) Bertanya
Dalam proses pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.Karena itu peran bertanya sangat penting,sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbng dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam proses pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.Karena itu peran bertanya sangat penting,sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbng dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
4) Masyarakat belajar
Dalam CTL penerapan masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen baik dilihat dari kemampuan belajar dan kecepatan belajarnya.
5) Pemodelan
Yang dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
Yang dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
6) Refleksi
Melalui refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognisi siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang telah dibentuknya.
Melalui refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognisi siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang telah dibentuknya.
7) Penilaian nyata
Penilaian nyata (authentic assesement ) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak.apakah pengetahuan belajar siswa mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
b. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Kagan (1994) pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran yang sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga menciptakan suasana prestasi bersama-sama.
Pembelajaran kooperatif di desain sebagai pola pembelajaran yang dibangun oleh lima elemen penting sebagai prasyarat, sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan secara positif (Positive Interdependence). Bahwasanya setiap anggota tim saling membutuhkan untuk sukses.
2) Interaksi langsung (Face-to-Face Interaction). Memberikan kesempatan kepada siswa secara individual untuk saling membantu dalam memecahkan masalah, memberikan umpan balik yang diperlukan antar anggota untuk semua individu, dan mewujudkan rasa hormat, perhatian, dan dorongan di antara individu-individu sehinga mereka termotivasi untuk terus bekerja pada tugas yang dihadapi.
3) Tanggung jawab individu dan kelompok (Individual & Group Accountability). Bahwasanya tujuan belajar bersama adalah untuk menguatkan kemampuan akademis siswa, sehingga kontribusi siswa harus adil.
4) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (Interpersonal & small-Group Skills). Asumsi bahwa siswa akan secara aktif mendengarkan, menjadi hormat dan perhatian, berkomunikasi secara efektif, dan dapat dipercaya tidak selalu benar.. Keterampilan sosial harus mengajarkan kepemimpinan, pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, keterampilan manajemen konflik.
5) Proses kerja kelompok (group processing). Proses kerja kelompok memberikan umpan balik kepada anggota kelompok tentang partisipasi mereka, memberikan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan pembelajaran kolaboratif anggota, membantu untuk mempertahankan hubungan kerja yang baik antara anggota, dan menyediakan sarana untuk merayakan keberhasilan kelompok.
Metode dalam pembelajaran kooperatif:
1) Metode Student Achievement Divisions (STAD)
2) Metode Jigsaw
3) Metode Group Investigation (GI)
4) Metode Struktural
c. Metode Pembelajaran Kuantum
Pembelajaran kuantum bermakna interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya karena semua energi adalah kehidupan dan dalam proses pembelajarannya mengandung keberagaman dan interdeterminisme.
Secara umum, Quantum Teaching (pembelajaran kuantum) mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Berpangkal pada psikologi kognitif.
2) Bersifat humanistik, manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatian.
3) Bersifat konstruktivistis, artinya memadukan, menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran.
4) Memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna.
5) Menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
6) Menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.
7) Menekankan kebermaknaan dan dan kebermutuan proses pembelajaran.
8) Memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.
9) Menyeimbangkan keterampilan akademis, keterampilan hidup dan prestasi material.
10) Menanamkan nilai dan keyakinan yang positif dalam diri pembelajar.
11) Mengutamakan keberagaman dan kebebasan sebagai kunci interaks.
12) Mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses
Prinsip dasar yang terdapat dalam pembelajaran Quantum adalah:
1) Bawalah dunia mereka (siswa) ke dalam dunia kita (guru), dan antarkan dunia kita (guru ke dalam dunia mereka (siswa).
2) Proses pembelajaran bagaikan orkestra simfoni, yang secara spesifik dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Segalanya dari lingkungan.
b) Segalanya bertujuan.
c) Pengalaman mendahului pemberian nama.
d) Akuilah setiap usaha.
3) Pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Ada delapan kunci keunggulan dalam pembelajaran kuantum yaitu:
a) terapkan hidup dalam integritas, sehingga akan meningkatkan motivasi belajar.
b) akuilah kegagalan dapat membawa kesuksesan
c) berbicaralah dengan niat baik
d) tegaslah komitmen.
e) jadilah pemilik, mengandung arti bahwa siswa dan guru memiliki rasa tanggung jawab sehingga terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu.
f) tetaplah lentur.
g) Pertahankan keseimbangan
d. Model Pembelajaran Terpadu
Prinsip-prinsip pembelajaran terpadu antara lain:
1) Prinsip penggalian tema
a) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang studi.
b) Tema harus bermakna artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.
c) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak
d) Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak
e) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan penstiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar
f) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku, serta harapan dari masyarakat
g) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
2) Prinsip pelaksanaan terpadu:
a) guru hendaknya jangan menjadi “single actor “ yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar
b) pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasarna kelompok
c) guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam proses perencanaan.
3) Prinsip evaluatif adalah :
a) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya
b) guru perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam kontrak.
3) Prinsip reaksi, dampak pengiring (nuturan efek) yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa dalam semua “event“ yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu kesatuan utuh dan bermakna.
e. Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Metode ini juga berfokus pada keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik tidak lagi diberikan materi belajar secara satu arah seperti pada metode pembelajaran konvensional. Dengan metode ini, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan mereka secara mandiri. PBL juga memberi kesempatan peserta didik untuk mempelajari teori melalui praktek. Peserta didik bukan hanya perlu mencari konklusi tetapi juga perlu menganalisis data.
Dengan menggunakan pendekatan PBM ini, siswa akan bekerja secara kooperatif dalam kumpulan untuk menyelesaikan masalah sebenarnya dan yang paling penting membina kemahiran untuk menjadi siswa yang belajar secara sendiri (Hamizer, dkk, 2003).
Siswa akan membina kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu berkaitan dengan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges (1992) dan Charlin (1998) telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut:
Siswa akan membina kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu berkaitan dengan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges (1992) dan Charlin (1998) telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut:
1) Pembelajaran berpusat dengan masalah.
2) Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3) Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah.
4) Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5) Siswa aktif dengan proses bersama.
6) Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7) Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
8) Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9) Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.
3. Aplikasi Model Kuantum dalam Penyampaian Materi Pembelajaran
Contoh skenario TANDUR Model Pembelajaran Kuantum
Tema : Pelajaran IPS materi negara-negara Asia Tenggara
a. Kegiatan Pendahuluan
1) Melakukan apersepsi dengan menyajikan peta Asia Tenggara
2) Menunjukkan letak dan nama Negara-negara di Asia Tenggara
3) Pertanyaan tentang negara-negara di Asia Tenggara
4) Penjelasan tentang tujuan dan cara pembelajaran yang akan dilaksanakan
b. Kegiatan Inti
1) Penugasan kepada siswa untuk membaca tentang identitas negara-negara di Asia Tenggara (misal: ibu kota, lagu kebangsaan, bendera, dan lain-lain)
2) Demonstrasi tentang negara-negara di Asia Tenggara menggunakan gambar visual oleh guru.
3) Beberapa siswa mencoba memberikan contoh dan menyebutkan identitas negara-negara di Asia Tenggara.
4) Pemberian tugas secara kelompok kepada siswa melakukan analisis negara-negara di Asia Tenggara.
5) Presentasi hasil tugas siswa secara bergantian dalam diskusi kelas.
6) Penyampaian tanggapan oleh kelompok lain.
c. Kegiatan Penutup
1) Penyampaian tanggapan, penguatan dan perayaan terhadap hasil kerja siswa.
2) Post test berupa tugas analisis data geografis negara-negara di Asia Tenggara baik berupa perorangan maupun kelompok.
4. Kelebihan dan Kekurangan Model-model Pembelajaran Inovatif
a. Model Pembelajaran Kontekstual
1) Kelebihan
a) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
b) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri.
2) Kekurangan
a) Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa.
b) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar.
b. Model Pembelajaran Kooperatif
1) Kelebihan
a) Saling ketergantungan yang positif
b) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu
c) Siswa dilibatkan daiam perencanaan dan pengelolaan kelas
d) Suasana kelas yang rileks dan menyenanakan
e) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru
f) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
2) Kekurangan
a) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikran dan waktu
b) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai
c) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas.
d) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang,
c. Model Pembelajaran Kuantum
1) Kelebihan
a) Membiasakan siswa untuk melatih aktivitas kreatifnya sehingga siswa dapat menciptakan suatu produk kreatif yang dapat bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.
b) Emosi sangat diperlukan untuk menciptakan motivasi belajar yang tinggi.
c) Suasana yang diciptakan kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai
d) Setiap pedapat siswa sangat dihargai
e) Proses belajarnya berjalan sangat komunikatif
2) Kekurangan
a) Penggunaan waktu dalam pembelajaran membutuhkan banyak.
b) Tidak semua guru dapat menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai
c) Berlebihan memberi reward pada siswa
d. Model Pembelajaran Terpadu
1) Kelebihan
a) Materi pelajaran menjadi dekat dengan kehidupan anak sehingga anak dengan mudah memahami sekaligus melakukannya.
b) Siswa juga dengan mudah dapat mengaitkan hubungan materi pelajaran di mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya.
c) Dengan bekerja dalam kelompok, siswa juga dapat mengembangkan kemampuan belajarnya dalam aspek afektif dan psikomotorik, selain aspek kognitif.
d) Pembelajaran terpadu mengakomodir jenis kecerdasan siswa.
e) Dengan pendekatan pembelajaran terpadu guru dapat dengan mudah menggunakan belajar siswa aktif sebagai metode pembelajaran.
2) Kekurangan
a) Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi.
b) Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya.
c) Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet.
d) Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi
e) Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan
f) Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain.
e. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
1) Kelebihan
a) membuat siswa lebih aktif
b) dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
c) menimbulkan ide-ide baru
d) dapat meningkatkan keakraban dan kerjasama
e) pembelajaran ini membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.
2) Kekurangan
a) model pembelajaran problem based learning biasa dilakukan secara berkelompok membuat siswa yang malas semakin malas
b) siswa merasa guru tidak pernah menjelaskan karena model pembelajaran ini menuntut siswa yang lebih aktif
c) membutuhkan banyak waktu dan pendanaan
d) sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru untuk menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir anak
e) pembelajaran berdasarkan masalah memerlukan berbagai sumber untuk memecahkan masalah, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
2 komentar:
terima kasih,, sangat bermanfaatttt
daftar pustaka agan,,jangan naggung2 ngesahare nya ..
Posting Komentar